Garisatu.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa orang muda yang sehat kemungkinan tidak mendapatkan vaksin Covid-19 hingga 2022. Seperti dilansir dari CNBC, langkah itu diambil karena imunisasi akan diprioritaskan bagi orangtua dan kelompok rentan lainnya terlebih dahulu. Hal itu disampaikan oleh Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan, Rabu (14/10/2020).

Pemerintah juga telah menetapkan enam kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19.
Vaksin Covid Tidak Diberikan Kepada Semua Orang
Selain orang muda yang sehat, bayi dan balita tidak termasuk dalam kelompok prioritas penerima obat Covid-19.

Ada enam kelompok prioritas penerima obat di akhir 2020 hingga tahun 2021. Kelompok pertama adalah mereka yang bertugas di garda terdepan penanggulangan Covid-19.
“Adapun kelompok prioritas penerima vaksin, yakni pertama, mereka yang berada di garda terdepan penanganan Covid-19 mencakup tenaga medis, paramedis contact tracing, dan pelayan publik mencakup TNI, Polri, dan aparat hukum lainnya yang mencapai 3,4 juta orang dengan kebutuhan sekitar 6,9 juta dosis,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10/2020).

Kemudian kelompok kedua merupakan masyarakat, tokoh agama, daerah, kecamatan, dan RT/RW sebanyak 5,6 juta orang dengan kebutuhan vaksin 11 juta dosis.
Selanjutnya, semua tenaga pendidik mulai dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Kemudian aparatur pemerintah baik di tingkat pusat, daerah, dan legislatif. Dilanjutkan oleh kelompok masyarakat sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Dan terakhir merupakan kelompok masyarakat umum dengan rentang usia 19-59 tahun.

Alasan mengapa bayi dan balita tidak termasuk dalam kelompok tersebut adalah karena menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto menerangkan bahwa uji klinis terhadap vaksin Covid-19 dari tiga produsen yang telah bekerjasama dengan pemerintah hanya dilakukan untuk usia 18-59 tahun.

“Uji klinis yang dilaksanakan kepada semua vaksin itu hanya dicoba pada usia 18-59. Jadi kita belum punya data uji klinis di luar umur itu,” ujar Yuri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/10/2020).
“Sehingga, belum bisa diberikan (kepada usia bayi),” lanjutnya.